KATA PENGANTAR
Puji
dan syukur saya ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, karena berkat
rahmat dan karunia-Nya saya dapat menyelesaikan tugas makalah ini. Saya
juga bersyukur atas berkat rezeki dan kesehatan yang diberikan kepada
saya sehingga saya dapat mengumpulkan bahan – bahan materi makalah ini
dari beberapa sumber.
Saya telah berusaha semampu saya untuk mengumpulkan berbagai macam bahan tentang Hukum Ketenagakerjaan.
Saya
sadar bahwa makalah yang saya buat ini masih jauh dari sempurna, karena
itu saya mengharapkan saran dan kritik yang membangun untuk
menyempurnakan makalah ini menjadi lebih baik lagi. Oleh karena itu saya
mohon bantuan dari para pembaca.
Demikianlah
makalah ini saya buat, apabila ada kesalahan dalam penulisan, saya
mohon maaf yang sebesarnya dan sebelumnya saya mengucapkan terima kasih.
Hormat penulis.
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Pembangunan
nasional dilaksanakan dalam rangka pembangunan manusia Indonesia
seutuhnya dan pembangunan masyarakat Indonesia seluruhnya untuk
mewujudkan masyarakat yang sejahtera, adil, makmur, yang merata, baik
materiil maupun spiritual berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Dalam pelaksanaan pembangunan nasional, tenaga kerja mempunyai peranan
dan kedudukan yang sangat penting sebagai pelaku dan tujuan
pembangunan. Sesuai dengan peranan dan kedudukan tenaga kerja,
diperlukan pembangunan ketenagakerjaan untuk meningkatkan kualitas
tenaga kerja dan peran sertanya dalam pembangunan serta peningkatan
perlindungan tenaga kerja dan keluarganya sesuai dengan harkat dan
martabat kemanusiaan. Perlindungan terhadap tenaga kerja dimaksudkan
untuk menjamin hak hak dasar pekerja/buruh dan menjamin kesamaan
kesempatan serta perlakuan tanpa diskriminasi atas dasar apapun untuk
mewujudkan kesejahteraan pekerja/buruh dan keluarganya dengan tetap
memperhatikan perkembangan kemajuan dunia usaha.
Jika
dibandingkan dengan hubungan antara seorang penjual dan pembeli barang
atau orang yang tukar menukar maka hubungan antara buruh dan majikan
sangat berbeda sekali. Orang yang jual barang bebas untuk
memperjualbelikan barangnya, artinya seorang penjual tidak dapat dipaksa
untuk menjual barang yang dimilikinya kalu harga yang ditawarkan tidak
sesuai dengan kehendaknya. Demikian juga pembeli tidak dapat dipaksa
untuk membeli suatu barang jika harga barang yang diinginkan tidak
sesuai dengan keinginannya.
Dalam hubungan antara buruh dan majikan, secara yuridis buruh adalah bebas karena prinsip Negara kita tidak seorang pun boleh diperbudak, maupun diperhamba. Semua bentuk dan jenis perbudakan, peruluruan dan perhambaan dilarang, tetapi secara sosiologis buruh itu tidak bebas sebagai orang yang yidak mempunyai bekal hidup yang lain selain tenaganya dan kadang-kadang terpaksa untuk menerima hubungan kerja dengan majikan meskipun memberatkan bagi buruh itu sendiri, lebih-lebih saat sekarang ini dengan banyaknya jumlah tenaga kerja yang tidak sebanding dengan lapangan pekerjaan yang tersedia.
Dalam hubungan antara buruh dan majikan, secara yuridis buruh adalah bebas karena prinsip Negara kita tidak seorang pun boleh diperbudak, maupun diperhamba. Semua bentuk dan jenis perbudakan, peruluruan dan perhambaan dilarang, tetapi secara sosiologis buruh itu tidak bebas sebagai orang yang yidak mempunyai bekal hidup yang lain selain tenaganya dan kadang-kadang terpaksa untuk menerima hubungan kerja dengan majikan meskipun memberatkan bagi buruh itu sendiri, lebih-lebih saat sekarang ini dengan banyaknya jumlah tenaga kerja yang tidak sebanding dengan lapangan pekerjaan yang tersedia.
Pembangunan
ketenagakerjaan harus diatur sedemikian rupa sehingga terpenuhi hak-hak
dan perlindungan yang mendasar bagi tenaga kerja dan pekerja/buruh
serta pada saat yang bersamaan dapat mewujudkan kondisi yang kondusif
bagi pengembangan dunia usaha. Pembangunan ketenagakerjaan mempunyai
banyak dimensi dan keterkaitan. Keterkaitan itu tidak hanya dengan
kepentingan tenaga kerja selama, sebelum dan sesudah masa kerja tetapi
juga keterkaitan dengan kepentingan pengusaha, pemerintah, dan
masyarakat. Untuk itu, diperlukan pengaturan yang menyeluruh dan
komprehensif, antara lain mencakup pengembangan sumberdaya manusia,
peningkatan produktivitas dan daya saing tenaga kerja Indonesia, upaya
perluasan kesempatan kerja, pelayanan penempatan tenaga kerja, dan
pembinaan hubungan industrial.
1.2 Pembatasan Masalah
Dalam makalah ini penulis mengididentifikasi masalah menjadi 2 bagian besar yaitu yang pertama yang berhubungan dengan Perlindungan Konsumen yaitu sebagai berikut:
Dalam makalah ini penulis mengididentifikasi masalah menjadi 2 bagian besar yaitu yang pertama yang berhubungan dengan Perlindungan Konsumen yaitu sebagai berikut:
1. Pengertian dan azas perlindungan konsumen.
2. Hak dan kewajiban konsumen dan pelaku usaha.
3. Peran lembaga perlindungan konsumen dan lembaga pengawsan
Selanjutnya pembatasan masalah yang berhubungan dengan Hukum.
Selanjutnya pembatasan masalah yang berhubungan dengan Hukum.
Ketenagakerjaan yaitu sebagai berikut:
1. Arti dan fungsi hukum ketenagakerjaan
2. Hubungan pekerja
3. Hak-hak pekerja
1. Arti dan fungsi hukum ketenagakerjaan
2. Hubungan pekerja
3. Hak-hak pekerja
1.3 Tujuan
Penulisan
makalah ini bertujuan untuk memperoleh gambaran yang jelas dari
masalah-masalah yang telah di identifikasi. Selain itu juga untuk
mendapatkan masukan yang kelak dapat dijadikan sebagai bahan pemikiran
dalam memperbaiki kondisi ketenagakerjaan yang pada saat ini dirasakan
banyak yang telah tidak sesuai lagi dengan perkembangan masyarakat
terutama dalam rangka pelaksanaan Hubungan Industrial Pancasila.
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
2.1 Hukum Ketenagakerjaan
2.1.1 Arti dan Fungsi Hukum Ketenagakerjaan
2.1.1 Arti dan Fungsi Hukum Ketenagakerjaan
Pembinaan
hubungan industrial sebagai bagian dari pembangunan ketenagakerjaan
harus diarahkan untuk terus mewujudkan hubungan industrial yang
harmonis, dinamis, dan berkeadilan. Untuk itu, pengakuan dan penghargaan
terhadap hak asasi manusia sebagaimana yang dituangkan dalam TAP MPR
Nomor XVII/MPR/1998 harus diwujudkan. Dalam bidang ketenagakerjaan,
Ketetapan MPR ini merupakan tonggak utama dalam menegakkan demokrasi di
tempat kerja. Penegakkan demokrasi di tempat kerja diharapkan dapat
mendorong partisipasi yang optimal dari seluruh tenaga kerja dan
pekerja/buruh Indonesia untuk membangun negara Indonesia yang
dicita-citakan. Beberapa peraturan perundang-undangan tentang
ketenagakerjaan yang berlaku selama ini, termasuk sebagian yang
merupakan produk kolonial, menempatkan pekerja pada posisi yang kurang
menguntungkan dalam pelayanan penempatan tenaga kerja dan sistem
hubungan industrial yang menonjolkan perbedaan kedudukan dan kepentingan
sehingga dipandang sudah tidak sesuai lagi dengan kebutuhan masa kini
dan tuntutan masa yang akan datang.
Menurut
Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan, yang
dimaksud dengan ketenagakerjaan itu sendiri adalah segala hal yang
berhubungan dengan tenaga kerja pada waktu sebelum, selama dan sesudah
masa kerja. Jadi hukum ketenagakerjaan dapat diartikan sebagai
peraturan-peraturan yang mengatur tenaga kerja pada waktu sebelum selama
dan sesudah masa kerja. Sedangkan Tenaga kerja adalah setiap orang yang
mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan/atau jasa baik
untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat.
Menurut
Profesor Mochtar kusumaatmadja, fungsi hukum itu adalah sebagai sarana
pembaharuan masyarakat. Dalam rangka pembangunan, yang dimaksud dengan
sara pembaharuan itu adalah sebagai penyalur arah kegiatan manusia ke
arah yang diharapkan oleh pembangunan. Sebagaimana halnya dengan hukum
yang lain, hukum ketenagakerjaan mempunyai fungsi sebagai sarana
pembaharuan masyarakat yang mnyalurkan arah kegiatan manusia ke arah
yang sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh pembangunan
ketenagakerjaan. Pembangunan ketenagakerjaan sebagai salah satu upaya
dalam mewujudkan pembangunan nasional diarahkan untuk mengatur, membina
dan mengawasi segala kegiatan yang berhubungan dengan tenaga kerja
sehingga dapat terpelihara adanya ketertiban untuk mencapai keadilan.
Pengaturan, pembinaan, dan pengawasan yang dilakukan berdasarkan
perundang-undangan yang berlaku di bidang ketenagakerjaan itu harus
memadai dan sesuai dengan laju perkembangan pembangunan yang semakin
pesat sehingga dapat mengantisipasi tuntutan perencanaan tenaga kerja,
pembinaan hubungan industrial dan peningkatan perlindungan tenaga kerja.
Masalah kontemporer ketenagakerjaan Indonesia itu sendiri tidak terlepas dari banyaknya jumlah angkatan kerja yang pengangguran. Masalah tersebut menghadirkan implikasi buruk dalam pembangunan hukum di Indonesia dan bila ditelusuri lebih jauh bahwa akar dari semua masalah itu adalah karena ketidakjelasan politik ketenagakerjaan nasional. Sekalipun dasar-dasar konstitusi UUD 1945 khususnya pasal 27 dan pasal 34 telah memberikan amanat yang cukup jelas bagaimana seharusnya negara memberikan perlindungan terhadap buruh/pekerja. Mengandalkan terus-menerus industri ke sektor padat karya manufaktur, akan hanya membuat buruh Indonesia seperti hidup seperti dalam ancaman bom waktu. Rentannya hubungan kerja akibat buruknya kondisi kerja, upah rendah. Pemutusan Hubungan Kerja ( PHK) semena-mena dan perlindungan hukum yang tidak memadai, sebenarnya adalah sebuah awal munculnya rasa ketidakadilan dan potensi munculnya kekerasan. Usaha keras dan pembenahan radikal harus dilakukan untuk menambah percepatan investor baru.
Masalah kontemporer ketenagakerjaan Indonesia itu sendiri tidak terlepas dari banyaknya jumlah angkatan kerja yang pengangguran. Masalah tersebut menghadirkan implikasi buruk dalam pembangunan hukum di Indonesia dan bila ditelusuri lebih jauh bahwa akar dari semua masalah itu adalah karena ketidakjelasan politik ketenagakerjaan nasional. Sekalipun dasar-dasar konstitusi UUD 1945 khususnya pasal 27 dan pasal 34 telah memberikan amanat yang cukup jelas bagaimana seharusnya negara memberikan perlindungan terhadap buruh/pekerja. Mengandalkan terus-menerus industri ke sektor padat karya manufaktur, akan hanya membuat buruh Indonesia seperti hidup seperti dalam ancaman bom waktu. Rentannya hubungan kerja akibat buruknya kondisi kerja, upah rendah. Pemutusan Hubungan Kerja ( PHK) semena-mena dan perlindungan hukum yang tidak memadai, sebenarnya adalah sebuah awal munculnya rasa ketidakadilan dan potensi munculnya kekerasan. Usaha keras dan pembenahan radikal harus dilakukan untuk menambah percepatan investor baru.
Minimnya
perlindungan hukum dan rendahnya upah merupakan salah satu masalah
dalam ketenagakerjaan kita. MeIalui undang-undang ketenagakerjaan
seharusnya para pekerja akan terlindungi secara hukum, mulai dari
jaminan negara memberikan pekerjaan yang layak, melindunginya di tempat
kerja (kesehatan dan keselamatan kerja dan upah layak) sampai dengan
pemberian jaminan sosial setelah pensiun. Selain itu pekerja dapat juga
mendirikan Serikat Buruh. Sekalipun undang-undang ketenagakerjaan bagus,
tetapi buruh tetap memerlukan kehadiran serikat buruh untuk pembuatan
Perjanjian Kerja Bersama (PKB ). PKB adalah sebuah dokumen perjanjian
bersama antara majikan dan buruh yang berisi hak dan kewajiban
masing-masing pihak. Hanya melalui serikat buruhlah bukan melalui LSM
ataupun partai politik bisa berunding untuk mendapatkan hak-hak tambahan
(di luar ketentuan UU) untuk menambah kesejahteraan mereka. Pemerintah
harus merubah sistem jaminan sosial ketenagakerjaan, sehingga buruh
korban PHK danburuh pensiunan akan mendapat tunjangan layak dari
Jamsostek. Pemerintah dilarang mengambil keuntungan apapun dari
Jamsostek, bahkan sebaliknya. Pemerintah yang bertanggungjawab, harus
memberikan kontribusi setiap tahun, sehingga buruh bisa hidup layak.
Dengan sistem Jaminan sosial ketenagakerjaan yang baik akan mengurangi
kriminalitas sosial.
2.1.2 Hubungan Kerja
Hubungan
kerja terjadi karena adanya perjanjian kerja antara pengusaha dan
pekerja/buruh. Perjanjian kerja dibuat secara tertulis atau lisan.
Perjanjian kerja yang dipersyaratkan secara tertulis dilaksanakan sesuai
dengan peraturan perundang undangan yang berlaku. Perjanjian kerja
dibuat atas dasar :
a. kesepakatan kedua belah pihak;
b. kemampuan atau kecakapan melakukan perbuatan hukum;
c. adanya pekerjaan yang diperjanjikan; dan
d.
pekerjaan yang diperjanjikan tidak bertentangan dengan ketertiban umum,
kesusilaan, dan peraturan perundang undangan yang berlaku.
Perjanjian kerja yang dibuat oleh para pihak yang bertentangan dengan ketentuan dapat dibatalkan. Setiap pekerja/buruh mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas :
a. keselamatan dan kesehatan kerja;
b. moral dan kesusilaan; dan
c. perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat manusia serta nilai-nilai agama.
Untuk melindungi keselamatan pekerja/buruh guna mewujudkan produktivitas kerja yang optimal diselenggarakan upaya keselamatan dan kesehatan kerja. Perlindungan sebagaimana dimaksud dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang- undangan yang berlaku. Setiap perusahaan wajib menerapkan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja yang terintegrasi dengan sistem manajemen perusahaan. Ketentuan mengenai penerapan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Setiap
pekerja/buruh berhak memperoleh penghasilan yang memenuhi penghidupan
yang layak bagi kemanusiaan. Untuk mewujudkan penghasilan yang memenuhi
penghidupan yang layak bagi kemanusiaan maka pemerintah menetapkan
kebijakan pengupahan yang melindungi pekerja/buruh. Kebijakan pengupahan
yang melindungi pekerja/buruh tersebut meliputi :
a. upah minimum;
b. upah kerja lembur;
c.upah tidak masuk kerja karena berhalangan;
d.upah tidak masuk kerja karena melakukan kegiatan lain di luar pekerjaannya;
e. upah karena menjalankan hak waktu istirahat kerjanya;
f. bentuk dan cara pembayaran upah;
g. denda dan potongan upah;
h. hal-hal yang dapat diperhitungkan dengan upah;
i. struktur dan skala pengupahan yang proporsional;
j. upah untuk pembayaran pesangon; dan
k. upah untuk perhitungan pajak penghasilan.
Karena
upaya perluasan kesempatan kerja mencakup lintas sektoral, maka harus
disusun kebijakan nasional di semua sektor yang dapat menyerap tenaga
kerja secara optimal. Agar kebijakan nasional tersebut dapat
dilaksanakan dengan baik, maka pemerintah dan masyarakat bersama-sama
mengawasinya secara terkoordinasi.
Hak-hak pekerja yaitu:
1. Hak untuk mendapatkan upah
2. Hak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan
3. Hak untuk bebas memilih dan pindah pekerjaan sesuai dengan bakat dan kemampuannya.
4. Hak atas pembinaan keahlian, kejuruan, untuk memperoleh serta menambah keahlian dan ketrampilan.
5.
Hak untuk mendapatkan perlindungan atas keselamatan dan kesehatan kerja
serta perlakukan yang sesuai dengan martabat manusia dan moral agama.
6. Hak atas istirahat (cuti) serta hak atas upah penuh selama menjalani istirahat.
7. Hak untuk mendirikan dan menjadi anggota serikat pekerja.
8. Hak untuk mendapat jaminan sosialKewajiban pekerja:
1. Melakukan pekerjaan bagi majikan/pengusaha dan perusahaan tempat bekerja.
2. Mematuhi peraturan pemerintah.
3. Mematuhi peraturan perjanjian kerja.
4. Mematuhi peraturan Kesepakatan Bersama (SKB) perjanjian perburuhan.
5. Mematuhi peraturan-peraturan majikan.
6. Menjaga rahasia perusahaan.
7. Memakai perlengkapan bagi keselamatan kerja.
Bagi
buruh putusanya hubungan kerja berarti permulaan masa pengangguran
dengan segala akibatnya, sehingga untuk menjamin kepastian dan
ketentraman hidup kaum buruh seharusnya pemutusan hubungan kerja ini
tidak terjadi. Karena itulah pemerintah mengundangkan Undang-Undang
Nomor 12 tahun 1964 yang dalam pasal 1 ayat (1) secara tegas menyatakan
bahwa:
“ Pengusha harus mengusahakan agar jangan terjadi pemutusan hubungan kerja jika setelah usaha dilakukan pemutusan hubungan kerja tetap tidak dapat dihindarkan, majikan harus merundingkan maksudnya untuk memutuskan hubungan kerja dengan organisasi buruh yang bersangkutan atau dengan buruhnya sendiri jika buruh itu tidak menjadi anggota salah satu organisai buruh”.
“ Pengusha harus mengusahakan agar jangan terjadi pemutusan hubungan kerja jika setelah usaha dilakukan pemutusan hubungan kerja tetap tidak dapat dihindarkan, majikan harus merundingkan maksudnya untuk memutuskan hubungan kerja dengan organisasi buruh yang bersangkutan atau dengan buruhnya sendiri jika buruh itu tidak menjadi anggota salah satu organisai buruh”.
2.1.3 Penyelesaian Perselisihan Ketenagakerjaan.
Perseleisihan
ketenagakerjaan adalah pertentangan antara majikan atau perkumpulan
majikan dengan serikat buruh atau gabungan serikat buruh berhubung
dengan tidak adanya persesuaian paham mengenai hubungan kerja,
syarat-syarat kerja dan/atau keadaan ketenagakerjaan. Dengan
perselisihan dimaksdukan, perselisihan yang timbul karena salah satu
pihak pada perjanjian tidak memenuhi isi perjanjian atau peraturan dan
menyalahi ketentuan hukum.
Mengenai perselisihan hak-hak di bidang ketenagakerjaan ada dua badan instansi yang berwenang menyelesaikannya yaitu Pengadilan Negeri dan Panitia Penyelesaian Perselisihan Perburuhan. Perselisihan ketenagakerjaan itu sendiri dapat diselesaikan secara damai oleh mereka yang berselisih sendiri baik tanpa maupun dengan bantuan pihak ketiga atau tidak secara damai. Penyelesaian sengketa secara sukrela biasanya dimulai dengan tuntutan dari pihak organisasi buruh kepada pihak majikan mengenai misalnya kenaikan upah. Tuntutan ini pertama-tama harus diselesaikan kedua belah pihak dengan jalan perundingan. Hasil perundingan bila merupakan persetujuan dapat disusun menjadi suatu perjanjian perburuhan menurut ketentuan dalam undang-undang.
Tiap perselisihan yang tidak dapat diselesaikan dengan perundingan dan oleh yang berselisih harus disampaikan surat kepada pegawai ketenagakerjaan. Pemberitahuan ini dipandang sebagai permintaan kepada pegawai ketenagakerjaan untuk member perantaraan guna mencari penyelesaian dalam perselisihan tersebut. Perantaraan yang wajib diberitahukan itu dimulai dengan mengadakan penyeldikan tentang duduk perkara perselisihan dan sebab-sebabnya.
PENUTUP
Kesimpulan terhadap Hukum Ketenagakerjaan
Menurut Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan, yang dimaksud dengan ketenagakerjaan itu sendiri adalah segala hal yang berhubungan dengan tenaga kerja pada waktu sebelum, selama dan sesudah masa kerja. Jadi hukum ketenagakerjaan dapat diartikan sebagai peraturan-peraturan yang mengatur tenaga kerja pada waktu sebelum selama dan sesudah masa kerja. Setiap tenaga kerja mempunyai hak dan kesempatan yang sama untuk memilih, mendapatkan, atau pindah pekerjaan dan memperoleh penghasilan yang layak di dalam atau di luar negeri.
Menurut Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan, yang dimaksud dengan ketenagakerjaan itu sendiri adalah segala hal yang berhubungan dengan tenaga kerja pada waktu sebelum, selama dan sesudah masa kerja. Jadi hukum ketenagakerjaan dapat diartikan sebagai peraturan-peraturan yang mengatur tenaga kerja pada waktu sebelum selama dan sesudah masa kerja. Setiap tenaga kerja mempunyai hak dan kesempatan yang sama untuk memilih, mendapatkan, atau pindah pekerjaan dan memperoleh penghasilan yang layak di dalam atau di luar negeri.
Masalah kontemporer ketenagakerjaan Indonesia saat ini menurut analisis saya berangkat dari 4 (empat) soal besar, yaitu :
1. tingginya jumlah penggangguran massal.
2. rendahnya tingkat pendidikan buruh.
3. minimnya perlindungan hukum.
4. upah kurang layak.
Saran
1.
Untuk peningkatan relevansi, kualitas, dan efisiensi penyelenggsrssn
kerja maka pemerintah dapat melakukan pembinaan dan pelatihan kerja.
2. Penempatan tenaga kerja dilaksanakan berdasarkan asas terbuka, bebas, obyektif, serta adil, dan setara tanpa diskriminasi..
3. Pemerintah bertanggung jawab mengupayakan perluasan kesempatan kerja baik di dalam maupun di luar hubungan kerja..
4. Setiap pekerja/buruh dan keluarganya berhak untuk memperoleh jaminan sosial tenaga kerja..
5.
Dalam melaksanakan hubungan industrial, pemerintah mempunyai fungsi
menetapkan kebijakan, memberikan pelayanan, melaksanakan pengawasan, dan
melakukan penindakan terhadap pelanggaran peraturan perundang-undangan
ketenagakerjaan.
DAFTAR PUSTAKA
Buku
1. Benggolo. A., Tanpa tahun, Tenaga Kerja dan Pembangunan, yayasan Jasa Karya, Jakarta.
1. Benggolo. A., Tanpa tahun, Tenaga Kerja dan Pembangunan, yayasan Jasa Karya, Jakarta.
2. Manulang, SH., 1995, Pokok-Pokok Hukum Ketenagakerjaan di Indonesia, Rineka Cipta, Jakarta, Cetakan kedua.
3. Zainal, Asikin. 2006, Dasar-Dasar Hukum Perburuhan, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.
4. C.S.T Kansil, 1995, Hukum Perusahaan Indonesia, PT. Pradnya, Jakarta.
5. Yusuf Sofie, 2000, Perlindungan Konsumen dan Instrumen-Instrumen Hukumnya, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung.
6. Sudaryatmo, 1999, Hukum dan Advokasi Konsumen, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung.http://www.lfip.org/english/pdf/bali-seminar/Masalah%20aktual%20ketenagakerjaan%20-%20rekson%20silaban.pdf
Tidak ada komentar:
Posting Komentar